Senin, 13 Oktober 2008

Untuk Para Lelaki

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Ini adalah kisah yang sudah sangat melegenda: - Tentang Julius Caesar, kaisar Romawi yang rela
kehilangan kehormatan, kesetiaan dan bahkan
negaranya demi si Ratu Penggoda: Cleopatra.
Semua dia lakukan (kata ahli sejarah)...atas nama cinta
- Ini kisah tentang pemuda bernama Romeo, demi seorang wanita, rela kehilangan keluarga, dan tentu saja nyawa... tetap saja: atas nama cinta
- Satu lagi.., seorang janda bernama Khadijah, yang rela mengorbankan segalanya demi mebela pemuda
bernama Muhammad, yang dia yakini membawa risalah Tuhannya.
Ini juga: atas nama cinta -kata Jalaluddin Rumi- "Cinta akan membuat yang pahit menjadi manis, dengan cinta tembaga menjadi emas, dengan
cinta yang keruh menjadi jernih, dan dengan cinta...
sakit menjadi obat, dengan cinta yang mati akan
menjadi hidup dan cintalah yang menjadikan
seorang raja menjadi hamba sahaya, dari
pengetahuanlah cinta seperti tumbuh..."
'Afwan, aku bukan pujangga yang hendak
membahas tentang cinta. Aku juga
tidak sedang mencampuri urusan orang lain (Aku
hanya ingin memposisikan diri sebagai seorang
saudara.. yang wajib hukumnya untuk
mengingatkan saudaranya yang mungkin...salah langkah).
Bila aku salah, atau... artikel ini tak berkenan,
mohon maaf.
Itu saatnya aku untuk dikritisi...
Aku ingin bicara atas nama wanita, terlebih akhwat (kalau boleh sih).
Tolong untuk para ikhwan (atau yang merasa
sebagai muslim): Wanita adalah makhluk yang sempit akal dan
mudah terbawa emosi. Terlepas
bahwa aku tidak suka pernyataan tersebut,
but itu fakta. Sangat mudah membuat wanita bermimpi.
Tolong, berhentilah memberi angan-angan kepada kami.
Mungkin kami akan melengos kalau disapa. Atau membuang muka kalau dipuji. But, jujur saja, ada perasaan bangga. Bukan suka pada Antum (mungkin) but suka karena diperhatikan "lebih".
Diantara kami, ada golongan Maryam yang pandai
menjaga diri. Tetapi tidak semua kami mempunyai hati suci.
Jangan Antum tawarkan sebuah ikatan bernama
ta'aruf bila Antum benar-benar belum siap akan konsekuensinya. Sebuah ikatan ilegal yang bisa jadi berumur tak cuma
dalam hitungan bulan, tetapi menginjak usia tahun,
tanpa kepastian kapan akan dilegalkan.
Tolong, pahami arti cinta seperti pemahaman
Umar Al Faruq: seperti induk
kuda yang melangkah hati-hati karena takut menginjak anaknya (afwan, bener ini ya riwayatnya?). Bukan mengajak kami ke bibir
neraka. Dengan SMS-SMS mesra, telepon
sayang, hadiah-hadiah ungkapan cinta dan
kunjungan pemantapan yang dibungkus sebuah
label: ta'aruf.
Tolong, kami hanya ingin menjaga diri. Menjaga
amal kami tetap tertuju
pada-NYa. Karena janji Allah itu pasti. Wanita baik
hanya diperuntukkan laki-laki
baik.
Jangan ajak mata kami berzina dengan
memandangmu.
Jangan ajak telinga kami berzina dengan
mendengar pujianmu.
Jangan ajak tangan kami berzina dengan menerima
hadiah kasih sayangmu.
Jangan ajak kaki kami berzina dengan
mendatangimu.
Jangan ajak hati kami berzina dengan berkhalwat
denganmu.
Ada beda...persahabatan sebagai saudara, dengan
hati yang sudah terjangkiti
virus..... Beda itu bernama "rasa" dan "pemaknaan"
Bukan, bukan seperti itu yang dicontohkan
Rasulullah r.
Antum memang bukan Mush'ab
Antum juga tak sekualitas Yusuf I,
tetapi Antum bukan Arjuna dan tak perlu berlagak seperti Casanova. Karena Islam sudah punya jalan keluar yang indah: segeralah menikah atau
jauhi wanita dengan puasa
Tolong, sebelum Antum memutuskan untuk
mendatangi kami, jawab dulu pertanyaan ini dengan jujur:
- Setelah 3 bulan Antum mendatangi dan
menyatakan cinta, Antum masih belum siap untuk
mengikrarkan dalam sebuah pernikahan?
- Ataukah Antum masih butuh waktu lebih lama dan
meminta kami menunggu,
dengan alasan yang tidak syar'i dan terlalu duniawi?
Kalau jawabannya "YA",: "SELAMAT"
berarti Antum lebih pantas masuk surga
dibandingkan Ali bin Abi Thalib t? Dia baru berani mengatakan cinta kepada Fathimah, setelah menikah.
Ali pemuda kesayangan Rasul, tetapi menunggu waktu bertahun-tahun untuk mengatakannya.
Bukan karena dia pengecut, tentu
saja justru karena dia adalah laki-laki kualitas
surga...
Tolong, kami tidak ingin menyakiti hati calon suami kami yang sebenarnya. Mereka berusaha untuk menjaga hijab, agar
datang kepada kami dalam kondisi
suci hati, tetapi kami malah menjajakan cinta
kepada laki-laki yang belum tentu menjadi suami kami. Atau Antum sekarang sudah berani menjamin bahwa Antum adalah calon
suami kami sebenarnya?
Maaf, wanita itu lemah dan mudah ditaklukkan.
Sebagai saudara kami, tolong, jaga kami. Karena kami akan kuat menolak rayuan preman, but bisa jadi kami
lemah dengan surat cinta kalian.
Bukankah akan lebih indah bila kita bertemu dengan jalan
yang diberkahi-NYA? Bukankah lebih membahagiakan
bila kita dipertemukan dalam kondisi diridhai-NYA?
Bukan cuma saat menikah, tetapi saat pertemuan yang juga bebas dari maksiat.
Allah Maha Pencemburu, dan DIA Maha Memiliki kami,
so...mintalah kepada-Nya sebelum mendatangi
kami.

Wassalamu'alaikum Warahmatullah

Dikirim oleh salah seorang temen dari Milistnya JADDA

Saat Bingung Memilih Pasangan

Dalam memilih pasangan hidup, baik bagi laki-laki maupun perempuan keduanya memiliki hak untuk memilih yang paling tepat sebagai pasangannya. Hal itu dikenal dalam Islam yang namanya 'kufu' ( layak dan serasi ), dan seorang wali nikah berhak memilihkan jodoh untuk putrinya seseorang yang sekufu, meski makna kufu paling umum dikalangan para ulama adalah seagama.

Namun makna-makna yang lain seperti kecocokan, juga merupakan makna yang tidak bisa dinafikan, dengan demikian PROSES MEMILIH ITU TERJADI PADA PIHAK LAKI-LAKI MAUPUN PEREMPUAN. Disisi lain bahwa memilih pasangan hidup dengan mempertimbangkan berbagai sisinya, asalkan pada pertimbangan-pertimbangan yang wajar serta Islami, merupakan keniscayaan hidup dan representasi kebebasan dari Allah yang Dia karuniakan kepada setiap manusia, termasuk dalam memilih suami atau istri. Aisyah Ra berkata, "Pernikahan hakikatnya adalah penghambaan, maka hendaknya dia melihat dimanakah kehormatannya akan diletakkan"

Rasulullah pun bersabda, "Barang siapa yang menjodohkan kehormatannya dengan orang yang fasik maka dia telah memutus rahimnya" (HR Ibnu Hibban). Nabi juga pernah memberikan pertimbangan kepada seorang sahabiyah yang datang kepadanya seraya minta pertimbangan atas dua orang yang akan melamarnya, lalu Nabi menjawab, "Adapun Muawiyah bin Abi sufyan dia sangat ringan tangan (alias gampang memukul), adapun yang lainnya adalah orang yang fakir tidak memiliki harta yang banyak." Lalu Nabi menikahkannya dengan Zaid bin Haritsah.

Dan untuk memantapkan pilihan, terutama dari berbagai alternatif sebaiknya melakukan shalat istikhorah baik di tengah malam maupun di awalnya, dan lakukan secara berkali-kali. Jika telah dilakukan berkali-kali maka KEMANTAPAN YANG ADA ITULAH YANG INSYA ALLAH MERUPAKAN PETUNJUK-NYA, DAN ITULAH YANG LEBIH DIIKUTI. Tetapi perlu diingat, bahwa informasi yang dominan pada diri seseorang sering yang lebih berpengaruh terhadap istikhorah, oleh karena itu perlu dilakukan berkali-kali. Dan untuk membedakan apakah itu keputusan yang dominan adalah selera semata atau dominasi istikharah agak sulit, kecuali dengan berkali-kali, sekalipun salah satu tanda bahwa itu adalah petunjuk dari Allah adalah dimudahkannya urusan tersebut, tetapi hal tersebut bukan satu-satunya alamat yang mutlak.

Juga apabila persoalan apakah diri kita jual mahal atau tidak tergantung pada niat dan representasinya, karena itu Rasulullah menegaskan, "Sesungguhnya segala pekerjaan membutuhkan niat dan pekerjaan seseorang sangat dipengaruhi oleh niat. Barang siapa yang niatnya kepada Allah maka dia (dalam representasinya) akan sesuai dengan Allah dan Rasulnya, dan barang siapa yang niatnya kepada dunia atau wanita maka (representasinya) akan sesuai apa yang diniatkan" (Muttafaq alaih).


Untuk menghindarkan tuduhan itu maka buktikan dalam representasi kita sehari-hari, sebagai contoh bahwa tuduhan itu akan benar jika memang salah satu kebiasaan kita adalah chatting dengan teman-teman baru yang notabenenya lebih banyak para laki-laki untuk seorang perempuan, dan sebaliknya, berbeda misalnya kalau teman yang kita ajak chatting adalah para wanita atau dalam bahasa yang digunakan bersifat umum, tidak ada yang rahasia sehingga tidak khawatir kalau harus dibaca orang. Ini hanya sekelumit contoh yang barangkali kurang tepat untuk yang bingung memilih pasangannya. Tapi ada hal yang cukup penting untuk diketahui bahwa UNTUK MENGENAL SESEORANG TENTU TIDAK CUKUP DENGAN BERKOMUNIKASI SESAAT.
Pernah suatu hari Sahabat Umar bin al-Khattab mendengar seseorang memuji orang lain hingga Umar agak merasa keheranan lalu Umar bertanya, "Apakah kamu pernah bepergian dengannya?" Jawab orang tadi, "Belum." "Apakah kamu pernah bertransaksi dengannya?" Jawab orang tadi, "Belum." "Apakah kamu pernah bertetangga dengannya?" Jawab orang tadi, "Belum." "Apakah kamu pernah melihatnya dia melakukan shalat?" Jawab orang tersebut, "Ya, aku melihat dia rajin shalat, menunaikannya sesuai dengan waktunya." Lalu kata Umar, "Kalau begitu anda belum kenal dengan baik orang tersebut." Tetapi untuk mengenali tiga poin pertama dari empat poin tersebut bisa dilakukan dengan cara MENANYAKAN ORANG YANG PALING DEKAT DENGANNYA, DAN YANG DAPAT DIPERCAYA.
Adapun bila kita dihadapkan suatu pilihan lebih dari satu, tentu sewajarnya seorang akan memilih yang terbaik baginya, meskipun PILIHAN TERBAIK BAGINYA TIDAK SELALU IDENTIK DENGAN PILIHAN YANG TERBAIK BAGI UMUM, KARENA SESEORANG TENTU MEMILIKI PERTIMBANGAN YANG SANGAT KHUSUS YANG TIDAK DIMILIKI ORANG LAIN.


Dari uraian diatas, kebingungan untuk memilih pasangan hidup dapat diatasi dengan beberapa tips berikut ini,

1.pilihlah karena agamanya,
2.kenali dengan cara menanyakan kepada orang yang paling dekat dengannya dan dapat kita percaya,
3.letakkan niat pada tempat yang benar, karena segala perbuatan membutuhkan dan sangat dipengaruhi niat,
4.sholat istikhorah untuk mohon petunjuk kepada Allah juga patut dilakukan,
5.apabila semua ini telah dilakukan, maka pasrahkan diri kepada Allah SWT akan keputusan-Nya, jangan keluh kesah, karena itu tidak akan pernah menyelesaikan masalah,
6.dan terakhir, jangan bosan untuk berbekal ilmu pernikahan :), karena berbekal ilmu adalah lebih baik daripada tidak membekali diri pada saat masuk ke dunia yang baru.


Masalah jodoh hanya Allah yang tahu, siapa pasangan kita sebenarnya, itulah rahasia Allah. Kita hanya diminta untuk berusaha, dan Allah-lah penentunya, terkadang Dia menentukan pilihan-Nya itu diluar dugaan dan rasio kita sebagai seorang manusia, tapi itulah ketentuan Allah. Jika memang harus menerima kenyataan di luar kehendak kita, maka ingatlah untuk tidak sembarangan memberikan cinta kepada siapapun, karena kadar cinta kita kepada Allah harus lebih tinggi dari itu semua. Yang terbaik menurut Allah, itulah yang paling utama.


Selamat berjuang akhi, selamat berjuang ukhti..., mulailah dengan bismillah dan niat yang benar, insya Allah, ridho-Nya akan selalu menghampiri, dan semoga Allah selalu memudahkan urusan antum.

Wallahu alam bi showab,

Minggu, 05 Oktober 2008

Pacaran dalam pandangan Islam

Ibnu Qayyim Al-Juziyah (atau Al-Jauziyyah) sungguh menakjubkan. Inilah yang kami rasakan ketika membaca buku terjemahan kitab beliau, Raudhatul Muhibbiin, yang berjudul Taman Orang-orang Jatuh Cinta, terj. Bahrun AI Zubaidi, Lc (Bandung: Irsyad Baitus Salam, 2006).

Bagaimana tidak menakjubkan? Di buku setebal 930 halaman tersebut, orang yang jatuh cinta ditawari “rahmat dan syafaat” (hlm. 715 dst.). Selain itu, beliau mengarahkan pembaca untuk “menyeimbangkan dorongan hawa nafsu dan potensi akal” (hlm. 29 dst.). Hal-hal semacam ini jarang kami temui di buku-buku percintaan yang pernah kami baca.

Memang, sebagaimana ulama-ulama besar lainnya, beliau pun menekankan “cinta kepada Allah” dan “cinta karena Allah” (hlm. 550). Namun, beliau ternyata juga membicarakan fenomena “pacaran islami”, suatu topik sensitif yang sering dihindari banyak ulama. Beliau mengungkapkannya (bersama-sama dengan persoalan lain yang relevan) di sub-bab “Berbagai hadits, atsar, dan riwayat yang menceritakan keutamaan memelihara kesucian diri” dan “Cinta yang suci tetap menjadi kebanggaan” (hlm. 607-665).

Di situ, kami jumpai istilah “pacaran” muncul tujuh kali, yaitu di halaman 617, 621 (lima kali), dan 658. Adapun istilah-istilah lain yang menunjukkan keberadaan aktivitas tersebut adalah “bercinta” (hlm. 650), “gayung bersambut” (hlm. 613), “saling mengutarakan rasa cinta” (hlm. 620-621), “mengapeli” (hlm. 642-643), “berdekatan” (hlm. 617), dan sebagainya.

Sekurang-kurangnya, kami jumpai ada sembilan contoh praktek pacaran islami yang diceritakan oleh Ibnu Qayyim di situ. Dari contoh-contoh itu, dan dari keterangan beliau di buku tersebut, kami berusaha mengenali ciri khas “pacaran islami” ala Raudhatul Muhibbiin. Ini dia tujuh diantaranya:
mengutamakan akhirat
mencintai karena Allah
membutuhkan pengawasan Allah dan orang lain
menyimak kata-kata yang makruf
tidak menyentuh sang pacar
menjaga pandangan
seperti berpuasa

1) MENGUTAMAKAN AKHIRAT

Pada dua contoh, pelaku “pacaran islami” ditawari kenikmatan duniawi (zina), tetapi menolaknya dengan alasan ayat QS Az-Zukhruf [43]: 67, “Teman-teman akrab pada hari [kiamat] itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain, kecuali orang-orang yang bertaqwa.” (hlm. 616 dan 655) Maksudnya, mereka yang islam itu lebih memilih kenikmatan ukhrawi daripada kenikmatan duniawi (ketika dua macam kenikmatan ini bertentangan).

Adapun pada bab terakhir, Ibnu Qayyim (dengan berlandaskan QS Al-Insaan [76]: 12) menyatakan, “Barang siapa yang mempersempit dirinya [di dunia] dengan menentang kemauan hawa nafsu, niscaya Allah akan meluaskan kuburnya dan memberinya keleluasaan di hari kemudian.” (hlm. 918)

2) MENCINTAI KARENA ALLAH

Pada suatu contoh, diungkapkan syair: “Sesunggguhnya aku merasa malu kepada kekasihku bila melakukan hal yang mencurigakan; dan jika diajak untuk hal yang baik, aku pun berbuat yang baik.” (hlm. 656)

Syair tersebut menggambarkan bahwa percintaannya “menghantarkannya untuk dapat meraih ridha-Nya” (hlm. 550). Menghindari hal yang mencurigakan dan menerima ajakan berbuat baik itu diridhai Dia, bukan?

Lantas, apa hubungannya dengan “cinta karena Allah”? Perhatikan:

Yang dimaksud dengan cinta karena Allah ialah hal-hal yang termasuk ke dalam pengertian kesempurnaan cinta kepada-Nya dan berbagai tuntutannya, bukan keharusannya. Karena sesungguhnya cinta kepada Sang Kekasih menuntut yang bersangkutan untuk mencintai pula apa yang disukai oleh Kekasihnya dan juga mencintai segala sesuatu yang dapat membantunya untuk dapat mencintai-Nya serta menghantarkannya untuk dapat meraih ridha-Nya dan berdekatan dengan-Nya. (hlm. 550)

3) MEMBUTUHKAN PENGAWASAN ALLAH DAN ORANG LAIN

Pada suatu contoh, pelaku “pacaran islami” bersyair: “Aku punya Pengawas yang tidak boleh kukhianati; dan engkau pun punya Pengawas pula” (hlm. 628).

Pada satu contoh lainnya, Muhammad bin Sirin mengabarkan bahwa “dahulu mereka, saat melakukan pacaran, tidak pernah melakukan hal-hal yang mencurigakan. Seorang lelaki yang mencintai wanita suatu kaum, datang dengan terus-terang kepada mereka dan hanya berbicara dengan mereka tanpa ada suatu kemungkaran pun yang dilakukannya di kalangan mereka” (hlm. 621).

4) MENYIMAK KATA-KATA YANG MAKRUF

Pada suatu contoh, ‘Utsman Al-Hizami mengabarkan, “Keduanya saling bertanya dan wanita itu meminta kepada Nushaib untuk menceritakan pengalamannya dalam bentuk bait-bait syair, maka Nushaib mengabulkan permintaannya, lalu mendendangkan bait-bait syair untuknya.” (hlm. 620)

Pada enam contoh, para pelaku pacaran islami “saling mengutarakan rasa cintanya masing-masing melalui bait-bait syair yang indah dan menarik” (hlm. 620-621).

Pada suatu contoh, pelaku pacaran islami mengabarkan, “Demi Tuhan yang telah mencabut nyawanya, dia sama sekali tidak pernah mengucapkan kata-kata yang mesum hingga kematian memisahkan antara aku dan dia.” (hlm. 628)

5) TIDAK MENYENTUH SANG PACAR

Pada suatu contoh, pelaku pacaran islami menganggap jabat tangan “sebagai perbuatan yang tabu” (hlm. 628).

Pada dua contoh, pelaku pacaran islami tidak pernah menyentuhkan tangannya ke tubuh pacarnya. (hlm. 634)

Pada satu contoh lainnya, pelaku pacaran islami “berdekatan tetapi tanpa bersentuhan” (hlm. 621).

Sementara itu, Ibnu Qayyim mengecam gaya pacaran jahili di zaman beliau. Mengutip kata-kata Hisyam bin Hassan, “yang terjadi pada masa sekarang, mereka masih belum puas dalam berpacaran, kecuali dengan melakukan hubungan sebadan alias bersetubuh” (hlm. 621).

6) MENJAGA PANDANGAN

Di antara contoh-contoh itu, terdapat satu kasus (hlm. 617) yang menunjukkan bahwa si pelaku pacaran islami “dapat melihat” kekasihnya. Akan tetapi, Ibnu Qayyim telah mengatakan “bahwa pandangan yang dianjurkan oleh Allah SWT sebagai pandangan yang diberi pahala kepada pelakunya adalah pandangan yang sesuai dengan perintah-Nya, yaitu pandangan yang bertujuan untuk mengenal Tuhannya dan mencintai-Nya, bukan pandangan ala setan” (hlm. 241).

7) SEPERTI BERPUASA

Ibnu Qayyim menyimpulkan:

Demikianlah kisah-kisah yang menggambarkan kesucian mereka dalam bercinta. Motivasi yang mendorong mereka untuk memelihara kesuciannya paling utama ialah mengagungkan Yang Mahaperkasa, kemudian berhasrat untuk dapat menikahi bidadari nan cantik di negeri yang kekal (surga). Karena sesungguhnya barang siapa yang melampiaskan kesenangannya di negeri ini untuk hal-hal yang diharamkan, maka Allah tidak akan memberinya kenikmatan bidadari nan cantik di negeri sana…. (hlm. 650)

Oleh karena itu, hendaklah seorang hamba bersikap waspada dalam memilih salah satu di antara dua kenikmatan [seksual] itu bagi dirinya dan tiada jalan lain baginya kecuali harus merasa puas dengan salah satunya, karena sesungguhnya Allah tidak akan menjadikan bagi orang yang menghabiskan semua kesenangan dan kenikmatan dirinya dalam kehidupan dunia ini, seperti orang yang berpuasa dan menahan diri darinya buat nanti pada hari berbukanya saat meninggalkan dunia ini manakala dia bersua dengan Allah SWT. (hlm. 650-651)

Begitulah tujuh ciri khas pacaran islami ala Raudhatul Muhibbiin dalam pandangan kami. Bagaimana dengan Anda? Tolonglah beritahu kami apa saja ciri khas pacaran islami ala Raudhatul Muhibbiin dalam pandangan Anda!