Selasa, 15 Januari 2008

Agar Merokok Tetap Sehat

JADILAH perokok yang sehat. Mungkin hal itu mustahil untuk diwujudkan. Tapi, rupanya tidak bagi H Suwarno M Serad. Menurut Head of Corporate Affair PT Djarum ini, orang yang merokok masih bisa hidup sehat. Benarkah?

Sudah jamak jika orang bilang, merokok itu tidak sehat. Merokok itu jelek. Merokok itu bisa menyebabkan sakit paru-paru. Merokok itu bisa menyebabkan asma, merokok bisa menyebabkan kanker, dan masih banyak lagi dampak buruk merokok lainnya.

Itu bisa dimaklumi, karena image buruk mengonsumsi rokok di masyarakat seperti itu. Padahal, sejatinya semua justifikasi itu tak seluruhnya benar. Sebab, orang tak merokok pun, tidak ada jaminan bebas dari bermacam penyakit.

"Apa orang bisa menjamin, jika tidak merokok akan terbebas dari segala penyakit itu. Kan tidak? Buktinya, saya sudah hampir 50 tahun merokok, tetap sehat. Anda lihat sendiri kondisi saya tetap fresh. Padahal usia saya sudah 70 tahun lho," ujar Suwarno M. Serad saat ditemui Radar Semarang (Grup Jawa Pos) di kantor Djarum Semarang, kemarin.

Menurut pria yang akrab disapa Pak Warno ini, pagi penggemar rokok, tidak gampang untuk meninggalkan kebiasaan satu ini. Sebab, merokok itu diibaratkan makan sayur. Tak lengkap kalau tidak diberi garam.

Nah, persoalannya sekarang, bagaimana cara mengendalikan diri agar tetap merokok tetapi masih mampu mempertahankan status tubuh sehat dan bugar memenuhi kriteria sehat WHO?

Sebelum menjelaskan hal itu, Suwarno sempat mengutip kriteria sehat versi WHO, disebutkan bahwa sehat adalah kesehatan fisikal, mental dan sosial secara lengkap dan tidak sekadar tiadanya penyakit atau kelemahan lain. Dengan demikian, sehat tak hanya dilihat dari fisik semata, tapi juga lingkungan sekitar.

Termasuk, dalam merokok. Tak selamanya merokok dikatakan sebagai penyebab munculnya suatu penyakit. Sebab, lingkungan sekitar juga memberikan andil yang cukup besar.

Ia mencontohkan, perokok yang mengalami sakit asma. Bisa jadi itu lantaran disebabkan karena rumahnya terlalu lembab. Sehingga membuat orang tersebut kesulitan menyerap oksigen.

"Orang sakit asma itu kalau musim dingin pasti kumat. Karena susah mengisap oksigen. Itu karena lingkungannya terlalu lembab. Jadi, belum tentu dia sakit asma karena merokok," tegas pria yang masih nampak bugar di usia yang sudah menginjak 70 tahun.

Suwarno tak menampik jika selama ini rokok dituding sebagai biang segala penyakit. Banyak yang menuding nikotin yang terkandung dalam rokok sebagai penyebab orang kecanduan, dan kandungan tar yang dianggap sebagai penyebab sakit kanker. Padahal, hal itu juga tak sepenuhnya benar.

Ia lantas mengutip ajaran Paracelsus, founder ilmu kedokteran dunia abad 16. Disebutkan bahwa di dunia ini tidak ada bahan beracun, yang ada adalah dosis yang tidak benar. Artinya, apapun kalau dikonsumsi secara berlebihan akan menjadi ’penyakit’.

Sebaliknya, jika dikonsumsi sesuai takaran, tidak menjadi masalah. Termasuk dalam merokok. Sekalipun merokok, tapi kalau tidak berlebihan, tidak masalah.

"Seperti kita makan atau minum. Kalau sesuai takaran, ya sehat-sehat saja. Tapi, kalau berlebihan, bisa dibayangkan sendiri. Kebanyakan minum bisa mlembung. Kebanyakan minum obat bisa nggliyeng. Kebanyakan makan daging bisa kolesterol, dan sebagainya. Prinsipnya, kita mengonsumsi sesuatu itu sesuai dengan takaran," jelas Suwarno, yang pada Sabtu besok akan menjadi salah satu pembicara diskusi panel How To Be a Healthy Smoker yang digelar Djarum dan Rotary Club Semarang Bojong di Amara Pura Ballroom Grand Candi Hotel, Semarang.

Kembali ke soal nikotin, menurut pria kelahiran Banyuwangi, Jatim ini, zat yang terkandung dalam rokok ini, sebenarnya tidak pernah betah tinggal dalam tabuh manusia. Waktu paruh atau half life time nikotin dalam tubuh manusia antara 20-40 menit.

Ia mencontohkan, jika orang merokok satu batang rokok filter, kadar nikotin yang terserap dalam darah sebanyak 40 pph. Dan, setelah 30 menit setelah menghisap rokok, kadar nikotin dalam darah berkurang separonya menjadi 20 pph. Setelah 30 menit lagi, tinggal 10 pph, dan seterusnya. Dalam 2-3 jam, nikotin sudah bersih dari dalam darah.

"Jadi, jika tengah malam orang merokok, keesokan harinya melakukan tes darah, bisa dipastikan akan bebas nikotin. Karena sifat nikotin itu tidak pernah betah tinggal dalam tubuh manusia," urainya.

Di sisi lain, lanjut Suwarno, pengaruh nikotin dalam organ-organ tubuh manusia sering disebut paradoksikal. Pada dosis rendah dan waktu pendek bisa menstimulir organ tertentu dan berbeda terhadap organ lain.

Selain itu, dalam dosis rendah bisa membantu proses belajar dan pembelajaran, kemungkinan melalui pelepasan norepinephrine dalam otak. "Bagi perokok, nikotin juga bisa membantu berkonsentrasi dan mengatasi situasi stres," imbuhnya.

Suwarno menambahkan, nikotin dalam asap rokok dikelompokkan dalam fasa partikulat bersama air dan tar. Nikotin dimetabolisir dalam liver (detoxifikasi), paru dan sebagian oleh ginjal. Sedangkan organ yang tidak memetabolisir nikotin antara lain otak, lambung, usus kecil, diafragma dan limpa (spleen).

Dan, biasanya, jelas Suwarno, nikotin meninggalkan tubuh melalui keringat, dan air liur perokok. "Yang paling penting, nikotin dibuang lewat air kencing," ujarnya.

Tidak ada komentar: