Akulturasi Budaya tampak pada nama-nama makanan. Dan fenomena ini hamper menyeluruh di kota-kota pesisir jawa. Misalnya, nama-nama makanan
Di Pekalongan, makanan berkuah yang terdiri dari lontong, bihun, daging, dan dicampur dengan tauco telah cukup dikenal dengan nama Tauto (Soto Tauco). Demikian juga makanan yang terdiri dari bahan ketan yang diberi nama Lopis. Jenis panganan ini, terbuat dari bahan ketan yang dibungkus dalam daun pisang lalu direbus hingga matang.
Lopis punya kaitan yang erat dengan budaya Islam dan adapt istiadat Jawa pada masyarakat Pekalongan, khususnya masyarakat kampung krapyak. Makanan lopis dihidangkan untuk menyambut hari besar Islam yang dikenal dengan nama Syawalan (tujuh hari lebaran).
Dalam Jamuan perkawinan, makanan yang terdiri dari kue-kue (kue basah maupun kue kering) ditata beserta minumannya dengan sajian mengikuti sajian tata boga. Makanan tersebut biasanya diletakkan di tempat khusus diatas meja dan dialasi dengan kain batik.
Sementara sajian yang berupa nasi dan lauk pauknya dipisahkan tersendiri dan tidak disajikan untuk dimakan di tempat. Makanan ini diletakkan dalam wadah khusus yang disebut besek/kiso (keranjang yang dianyam dari daun kelapa). Nasi dan lauk pauk tersebut dialasi dengan daun jati/pisang yang nantinya dibawa pulang oleh para pengunjung. Ini biasanya diperuntukkan bagi pengunjung perempuan.
Sajian makanan “Berkatan” dalam acara walimahan tidak berbentuk tumpeng, melainkan berbentuk rata (bentuk limas), kecuali pada selamatan yang bersifat ritual yang menyangkut dengan orang banyak. Misalnya, makanan yang disajikan dalam upacara nyadran.
Makanan untuk upacara kematian biasanya disajikan kepada anggota pengantar yang bertugas melakukan pembacaan do’a, pada pagi dan malam hari selama satu minggu berturut-turut. Selama tahlilan, biasanya disajikan minuman kopi khusus yang biasa disebut “kopi tahlil”. Ini biasa berlaku di wilayah Pekalongan
Sedang makanan brokohan diperuntukkan bagi upacara selamatan kelahiran atau selamatan ulang tahun anak-anak. Berupa nasi kuning yang ditempatkan pada diatas daun jati/pisang. Lauk pauknya ditempatkan pada wadah pisang yang disebut takir. Makanan itu juga dilengkapi dengan sayur mayur berupa urap. Cara menyajkikannya biasanya disertakan benda-benda yang mengandung makna/simbol harapan bagi diri si anak.
Dalam memilih jenis makanan, keluarga masyarakat Pekalongan sangat mengutamakan kehalalan. Dalam tata cara penyajiannya, masih memperhatikan nilai-nilai etika yang berlaku bagi keluarga jawa. Seperti penyajian makanan antara orang tua dan anak-anak, pada umumnya orang tua lebih didahulukan daripada anak.
=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-
Mungkin itu hanya sekelumit pengetahuan tentang tradisi kuliner masyarakat Pekalongan yang mana, sudah sangat jarang dari masyarakat Pekalongan saat ini yang mengetahui akan tradisi kuliner tersebut.
Dan yang terakhir….. special thanks to my grandmother…. Yang sudah menjadi ensiklopedi berjalan untuk mendapatkan pengetahuan tentang tradisi kuliner masyarakat Pekalongan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar